Wanita

Aku duduk menghadap keseluruh penumpang APTB (Angkutan Penumpang Terintergrasi Busway), duduk persis di belakang supir dan menghadap ke semua penumpang yang ada di dalam bus ini. Seolah semua mata hanya tertuju dengan aku. Masker hijau operasi masih setia bertengger menutup wajahku. Karena aku sendiri tidak terbiasa di tempat umum dengan bau khas masing-masing orang. Aku memperhatikan orang-orang di sekitar, ada yang tidur, ada yang sibuk dengan gadget mereka, ada yang sedang dirangkul oleh pasangannya mesra sekali, ada yang sedang mengobrol dengan temannya, dan ada juga yang sedang menawarkan produk MLM pada penumpang disampingnya. Perempuan modis,dengan dandanan yang sangat kontras dari seluruh penumpang yang ada di dalam bus ini, sedang sibuk berbisik halus menjelaskan lembaran panjang yang dibawanya pada seorang ibu muda berkacamata. Perhatianku tidak lepas dari mereka sedari perjalanan dimulai hingga keduanya berpisah. Sudut mataku awas melihat setiap gerak gerik mereka, dan telingaku seolah menjadi tajam seketika menguping pembicaraan. Tidak sopan memang, tapi ini caraku untuk mengusir jenuh dengan perjalanan panjang, Jakarta-Bogor. Hatiku masih terlalu rindu untuk berpisah dengan “mas”. Sesekali handphoneku berdering tanda pesan masuk. Mas selalu menanyakan dimana posisiku, dan meminta maaf karena tidak bisa mengantarku pulang. Selalu aku tidak pernah kuat menahan air mata untuk menganak dipelupuk mata. Kemudian jatuh, untung saja tertangkap oleh maskerku dengan cepat. Berharap tidak ada seorang matapun yang menangkap jatuhnya bulir bening itu.

Lalu perhatian aku kembalikan lagi pada dua perempuan di hadapanku. Yang seorang sedang gencar menjalankan bisnisnya. Yang seorang sedang galau dengan permasalahan dirinya dan masuk kedalam perangkap mangsa. Perlahan mataku menangkap tas dengan tulisan suatu produk kecantikan. Jelas sudah permasalahan wanita kedua. Ketidakpercayaan terhadap dirinya membuatnya mudah terhasut menjadi pundi uang bagi wanita pertama yang oportunis. Handphoneku kembali berdering, lagi-lagi air mataku menggenang. Pesan masuk dari mas. Aku pejamkan mata ini perlahan untuk menahan haru. Hatiku terlalu sensitif dan rapuh. Berusaha kuat dan tegar saat aku katakan ”Aku bisa pulang sendiri mas. Mas istrahat aja.”

Benar-benar butuh perjuangan untuk mengalahkan egoku sebagai seorang wanita. Karena dia sudah cukup berjuang untukku. Maka mungkin dengan sedikit waktu yang aku berikan, bisa membayar perlahan perjuangan itu walau tanpa diminta. Tidak tega aku membuatnya berjalan jauh mengantar hanya untuk memastikan aku baik-baik saja, melihatnya berdiri berjam-jam dan pulang kelelahan. Tidak, tidak lagi. Karenanya aku harus menjadi berani untuk waktu tertentu.

Dalam satu keadaan, dan tempat begitu banyak fenomena perempuan yang aku lihat. Seorang wanita karier yang semangat memperluas jaringan dimanapun dia berada, adapula wanita yang selalu meminta perlindungan laki-lakinya, dimanja dengan rangkulan kesatrianya, juga wanita yang terkadang tidak percaya diri dengan penampilannya yang telah terlahir cantik, dan ada wanita yang sensitive denganperasaannya. Semua wanita yang terekspresi dalam busway hari ini adalah penggambaran wanita kebanyakan yang umum. Walau mungkin tidak semuanya seperti itu, tetapi kebanyakan. Banyak ragam wanita yang belum terungkap, karena sebagian mereka “tertidur” diam di dalam bus ini. Yang mungkin sedang sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Makhluk yang tidak bisa dimengerti dengan mudah, karena dasarnya mereka sendiri susah untuk memahami kemauan diri mereka. Busway ini perlahan menurunkan satu persatu penumpangnya. Hingga menyisakan aku dan beberapa penumpang lainnya. Aku diam dalam lamunanku, berlari kearahnya. Aku masih rindu.

*SELESAI*

By meyta15blog

Peramu kata

Leave a comment